Di Indonesia, situs jejaring sosial Twitter menempati urutan kedua dalam hal jumlah pengguna setelah Facebook. Namun mayoritas jejaring sosial atau media sosial ini justru digunakan hanya untuk hal-hal kurang produktif.
Pemimpin Redaksi Detikcom Budiono Darsono menjelaskan, penggunaan situs jejaring sosial di Indonesia mengalami tantangan bahwa masih banyak yang menggunakan untuk hal-hal kurang produktif. Padahal, situs jejaring tersebut sebenarnya bisa digunakan untuk hal-hal bermanfaat.
"Biasanya orang yang sering nge-tweet itu adalah orang yang tidak punya pekerjaan, kurang kerjaan. Lebih sering untuk update yang tidak produktif," kata Budi saat diskusi 'Media Literasi Para Era Digital, Kontradiksi antara Jurnalisme dan Sosial Media' oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) di Hotel Pullman Thamrin Jakarta, Kamis (12/7/2012).
Sekadar catatan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna terbesar ketiga dunia untuk Facebook. Begitu juga dengan akun Twitter.
Dengan besarnya jumlah pengguna Facebook dan Twitter tersebut, pengguna seharusnya mampu memanfaatkan jejaring sosial tersebut untuk hal yang lebih bermanfaat. Misalnya untuk pertemanan, bisnis hingga periklanan.
"Dengan potensi jumlah pengguna yang besar di Twitter maupun Facebook, seharusnya pengguna bisa serius memanfaatkan untuk membangun bisnis digital," jelasnya.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan situs jejaring sosial untuk mendistribusikan segala konten atau informasi dari media yang sedang dibangun.
Di sisi lain, anak muda zaman sekarang lebih cenderung untuk mencari informasi melalui jejaring sosial. Sehingga peran guru dan orang tua akan sedikit terabaikan. Selain situs jejaring sosial, anak zaman sekarang juga memanfaatkan mesin pencari (search engine) untuk mencari informasi yang diperlukan.
"Kini anak zaman sekarang lebih suka tanya ke Google atau lewat temannya di situs jejaring sosial. Malah hasil pencarian bisa lebih lengkap, tidak hanya teks, tapi juga foto maupun video," jelasnya.
Kecenderungan konten informasi berupa teks, foto dan video ini sudah disadari oleh pemilik media untuk membuat kontennya lebih beragam.
CEO Kelompok Kompas Gramedia (KKG) Agung Adiprasetyo menjelaskan seluruh media yang ada di naungan KKG harus mampu 3M, yaitu Multimedia, multiformat dan multiplatform.
"Besaran anggaran perusahaan untuk iklan sebenarnya terbatas, sehingga kami harus kreatif membuat konten atau informasi agar pengiklan tetap datang," kata Agung.
Dengan konten atau informasi bersifat 3M dan disalurkan melalui situs jejaring sosial, maka masyarakat akan lebih dekat dengan media mainstream. Situs jejaring sosial ini jadi lebih bermanfaat.
No comments:
Post a Comment